Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) dalam dunia konstruksi merupakan dokumen penting yang menunjukkan bahwa seorang pekerja memiliki kemampuan dan keahlian yang diakui secara resmi untuk melaksanakan pekerjaan di bidang konstruksi. SKK konstruksi menjadi bukti bahwa seorang profesional di sektor ini telah memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang. Artikel ini akan membahas definisi SKK konstruksi dan dasar hukum yang mendasarinya di Indonesia.
Definisi SKK Konstruksi
SKK Konstruksi adalah sertifikat yang diberikan kepada tenaga kerja di bidang konstruksi setelah melalui proses uji kompetensi yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang telah diakreditasi oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
SKK ini menunjukkan bahwa pemegangnya memiliki keterampilan, pengetahuan, dan sikap kerja yang memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan. Proses untuk mendapatkan SKK Konstruksi melibatkan beberapa tahapan, mulai dari pelatihan, pengumpulan bukti-bukti kompetensi, hingga uji kompetensi yang mencakup aspek teori dan praktik. Sertifikasi ini berlaku untuk berbagai kategori tenaga kerja konstruksi, mulai dari tenaga kerja teknis, manajerial, hingga spesialis
Perbedaan SKA dan SKK
Sementara itu, SKA atau Sertifikat Keahlian merupakan dokumen bukti kompetensi dan kemampuan profesi tenaga ahli di bidang kontraktor maupun konsultan. Sertifikat ini diterbitkan asosiasi profesi bidang jasa konstruksi terakreditasi.
Kemudian, apa yang membedakan SKK dengan SKA, ya? Pada dasarnya, baik SKK dan SKA sama-sama merupakan sertifikat yang memberikan pengakuan profesi di bidang konstruksi, dan pengakuan tersebut legal karena diakui secara hukum.
Sedangkan perbedaan di antara keduanya ada pada cakupan ruang lingkupnya. Untuk SKA sendiri, sertifikatnya ditujukan bagi ahli utama, ahli madya, dan ahli muda. Karena itu, SKA memberikan penekanan pada tenaga ahli, yang biasanya mengacu pada konsultan atau pengawas.
Sementara itu, ada yang namanya SKT atau Sertifikat Keterampilan Kerja yang memberikan penekanan kepada keterampilan, yang berkaitan dengan aspek pelaksanaan (praktik), dan kemudian menghasilkan pengalaman. Biasanya, SKT diperoleh bagi para lulus SMA, SMK, atau sederajat.
Kalau begitu, bagaimana dengan SKK Sertifikat Kompetensi Kerja, ya? Apabila dibandingkan dengan SKT dan SKA, SKK merupakan istilah yang lebih baru. Lebih lanjut lagi, SKK merupakan sertifikat yang menjadi bukti pengakuan keahlian dan keterampilan seperti halnya SKT dan SKA. Dan Anda bisa saja memiliki SKA dan SKK.
Dengan begitu, bisa Anda simpulkan pula bahwa SKA secara umum ditujukan bagi para tenaga ahli yang masuk ke dalam golongan menengah hingga besar. Sementara itu, SKK ditujukan bagi para tenaga ahli yang masuk termasuk ke dalam golongan kecil. Baik SKA maupun SKK sama-sama jadi syarat yang perlu dipenuhi agar Anda bisa mengikuti tender.
Dasar Hukum SKK Sertifikat Kompetensi Kerja
Dalam pelaksanaannya, SKK Konstruksi memiliki dasar hukum sebagai berikut:
- UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) No. 9 Tahun 2020 tentang Pembentukan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi.
- Surat Edaran Menteri PUPR No. 30/SE/M/2020 Tahun 2020 tentang Transisi Layanan Sertifikasi Badan Usaha dan Sertifikasi Kompetensi Kerja Jasa Konstruksi.
- Surat Edaran No. 03/SE/M/2022 tentang Pedoman Perpanjangan Masa Berlaku Sertifikat Keahlian Kerja dan Sertifikat Keterampilan Kerja Bidang Jasa Konstruksi serta Proses Sertifikasi Kompetensi Kerja
- Surat Edaran No. 05/SE/M/2022 atas perubahan SE No. 03/SE/M/2022.
Dasar Hukum SKK Konstruksi
Di Indonesia, pengurusan SKK Konstruksi diatur oleh berbagai regulasi dan peraturan perundang-undangan yang memastikan pelaksanaannya berjalan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Beberapa dasar hukum yang mengatur SKK Konstruksi antara lain:
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
Undang-Undang ini mengatur tentang penyelenggaraan jasa konstruksi, termasuk di dalamnya adalah ketentuan mengenai sertifikasi tenaga kerja konstruksi. Pasal 70 UU No. 2 Tahun 2017 menyatakan bahwa setiap tenaga kerja konstruksi wajib memiliki sertifikat kompetensi kerja yang diterbitkan oleh lembaga yang berwenang.
- Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Peraturan Pemerintah ini merupakan turunan dari UU No. 2 Tahun 2017 yang memberikan rincian lebih lanjut mengenai pelaksanaan jasa konstruksi. Di dalamnya, terdapat ketentuan yang mengatur tentang penyelenggaraan uji kompetensi dan sertifikasi tenaga kerja konstruksi.
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 10/PRT/M/2018 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum
Permen ini menekankan pentingnya SMK3 dalam proyek konstruksi, yang juga mencakup persyaratan sertifikasi kompetensi bagi tenaga kerja di sektor ini.
- Keputusan Kepala Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP)
BNSP sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas sertifikasi profesi di Indonesia mengeluarkan berbagai keputusan yang mengatur tentang mekanisme dan standar uji kompetensi serta sertifikasi di berbagai bidang, termasuk konstruksi.
Pentingnya SKK Konstruksi
Memiliki SKK Konstruksi tidak hanya bermanfaat bagi tenaga kerja itu sendiri, tetapi juga bagi perusahaan dan industri konstruksi secara keseluruhan. Bagi tenaga kerja, SKK memberikan pengakuan resmi atas kompetensi mereka, membuka peluang kerja yang lebih luas, dan meningkatkan daya saing di pasar tenaga kerja. Bagi perusahaan, memiliki tenaga kerja bersertifikasi meningkatkan kualitas dan keamanan proyek, serta memenuhi persyaratan hukum yang berlaku.
Secara umum, penerapan SKK Konstruksi bertujuan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja di bidang konstruksi, memastikan keselamatan dan kesehatan kerja, serta meningkatkan daya saing industri konstruksi Indonesia di kancah global. Dengan adanya SKK, diharapkan tenaga kerja konstruksi di Indonesia dapat bekerja lebih profesional, produktif, dan kompeten.